Kalau denger nama Jepara, pastinya yang
akan terbayang adalah ukiran. Ya, ukiran kayu dari Jepara memang terkenal indah
dan banyak diminati konsumen dari dalam maupun luar negri. Di Jepara juga pernah
lahir seorang RA Kartini yang diakui pemerintah sebagai pahlawan nasional.
Tak banyak yang tahu kalau Jepara pernah
menjadi sebuah kerajaan. Bahkan merupakan satu-satunya kerajaan Islam bercorak
maritim di tanah Jawa. Angkatan laut Jepara terkenal tangguh dan sering dikirim
untuk ikut mengusir penjajah yang ingin menguasai Nusantara.
![]() |
Foto diambil dari sini |
Dan di kerajaan Jepara inilah, Ratu Kalinyamat bertahta. Nama asli beliau adalah Retna Kencana. Beliau putri Sultan Trenggana dari kerajaan Demak dan juga cucu dari Raden Patah pendiri kerajaan Demak.
Retna Kencana tumbuh dewasa di tengah
konflik kekuasaan yang terjadi di kerajaan Demak. Konflik yang terjadi antara
Pangeran Trenggana dan Pangeran Sekar itu mengerucut hingga terjadi pembunuhan
Pangeran Sekar oleh Pangeran Prawoto (putra Pangeran Trenggana).
Tidak terima dengan kematian ayahnya, Arya
Penangsang, putra pangeran sekar mengutus orang untuk menghabisi pangeran
prawoto dan keluarganya. Bahkan suami Retna Kencana, pangeran Hadiri pun tidak
luput dari usah pembunuhan ini.
Fyuh, *lap keringet. Berasa nulis skenario
sinetron. Yah, apa mau dikata memang sejarahnya begitu. Harus ditulis apa
adanya.
Setelah suaminya terbunuh, Retna Kencana
naik tahta dengan gelar Ratu Kalinyamat. Di bawah kepemimpinan Ratu Kalinyamat
inilah, perang saudara ini bisa dihentikan.
Ratu Kalinyamat naik tahta di tahun 1549
dan memerintah selama 30 tahun (1549-1579). Cukup lama, ya. Selama masa
pemerintahannyalah, Jepara mencapai puncak kejayaanya.
Meski merupakan bagian dari kerajaan Demak,
pada kenyataannya, Jepara memiliki kekuasaan dan wibawa yang lebih tinggi. Saat
itu Kesultanan Demak berada di bawah kepemimpinan Pangeran Pangiri putra bungsu
Sultan Trenggana.
Ratu kalinyamat menjadikan pelabuhan Jepara
sebagai pelabuhan transit bagi perdagangan Nusantara. Sehingga, pelabuhan
Jepara menjadi tempat transaksi perdagangan internasional. Beliau memungut
cukai bagi setiap kapal yang bertransaksi di pelabuhan Jepara.
Dengan kekayaan yang di dapatnya, Ratu
Kalinyamat berhasil membangun angkatan perang yang kuat. Sebagai kerajaan yang
bercorak maritim, tidaklah mengherankan bila prajurit laut Jepara lebih kuat
daripada prajurit daratnya.
Kehandalan angkatan laut Jepara, terbukti
dengan permintaan bantuan dari kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.Di
antaranya dari pemimpin Persekutuan Hitu di Ambon yang meminta bantuan untuk
memerangi orang-orang Portugis dan suku Hative.
Kerajaan Johor juga tak ketinggalan
mengajak Jepara untuk bergabung mengusir Portugis yang berusaha menguasai
Malaka. Ratu Kalinyamat mengirimkan armadanya pada tahun1551
Sebanyak 40 buah kapal dari Jepara dikirim
untuk membantu Johor. Jumlah keseluruhan armada persekutuan muslim sebanyak 200
buah kapal. Armada Jepara sendiri membawa empat sampai lima ribu prajurit,
dipimpin oleh seorang yang bergelar Adipati. Pasukan ini berhasil merebut
kawasan orang pribumi di Malaka.
Setelah mengepung Portugis selama tiga
bulan, armada gabungan kerajaan-kerajaan Islam ini memutuskan untuk mundur. Hal
ini disebabkan oleh menipisnya persediaan makanan dan banyaknya prajurit yang
syahid.
Dari 40 buah kapal yang dikirimkan Jepara,
hanya 20 buah saja yang akhirnya pulang. Sejumlah 2000 prajurit Jepara gugur
dan dimakamkan di Malaka.
Walaupun serangan pertama ini gagal, namun
Portugis menderita kerugian yang besar. Akibatnya ekspansi jajahan Portugis
terhenti.
Serangan terhadap Portugis berlanjut di
tahun 1573. Sultan Ali Mughayat Syah dari kerajaan Aceh mengajak Ratu
Kalinyamat untuk kembali menyerang Portugis. Kali ini Ratu kalinyamat
menyiapkan 200 armada dan 80 di antaranya berukuran besar. Sebanyak 15.000
prajurit menjadi awak kapalnya. Armada ini juga dilengkapi dengan perbekalan,
meriam dan mesiu dalam jumlah besar. Salah satu pemimpin dalam ekspedisi ini
bernama Kyai Demang Laksamana atau yang disebut oleh sumber Portugis dengan
nama Quilidamao.
Penyerangan yang kedua ini juga mengalami
kegagalan. Penyebabnya adalah kekalahan persenjataan dan teknologi. Hanya
sepertiga armada Jepara yang berhasil kembali. Sebanyak 7000 prajurit gugur dan
dimakamkan di Malaka.
Meskipun gagal dalam misinya, orang-orang
Portugis mengakui kebesaran Ratu Kalinyamat. Seorang penulis Portugis, Diego de
Couto, menjulukinya Rainha da Japara, senhora ponderosa e rica. Artinya ratu
Jepara, seorang perempuan yang kaya dan berkuasa.
Ratu Kalinyamat wafat pada tahum 1579.
Beliau dimakamkan di sebelah pusara suaminya. Makam keduanya terletak di desa
Mantingan, kec Tahunan, 5 km ke arah selatan dari Jepara.
Meluruskan Kabar Burung*)
Nah, sekarang sampailah kita ke bagian yang
kurang enak diceritakan. Untuk itu, mari kita mundur sejenak ke waktu
terjadinya konflik internal di kesultanan Demak.
Jadi, konflik di kesultanan Demak itu
melibatkan Pangeran Trenggana di satu pihak dan Pangeran Sekar di pihak lain.
Keduanya putra Raden Patah, pendiri kesultanan Demak, dari ibu yang berbeda.
Yang berharap aku bakal membahas masalah
poligami, maaf, ya, aku nggak akan bahas itu. Apalagi sampai ‘ceramah’ soal
dampak buruknya. Ini sekedar latar belakang saja.
Konflik itu berujung pada pembunuhan Pangeran Sekar oleh Pangeran
Prawoto, putra Pangeran Trenggana. Putra Pangeran Sekar yang bernama Arya
Penangsang, tidak terima atas kematian ayahnya. Ia, mengutus orang untuk
menghabisi Pangeran Prawoto dan keluarganya.
Sepeninggal Pangeran Prawoto, Retna Kencana
yang juga tidak terima dengan perbuatan Arya Penangsang meminta keadilan pada
Sunan Kudus. Beliau berangkat ditemani suaminya, Pangeran Hadiri, yang bergelar
Pangeran Kalinyamat.
Sayangnya, Sunan Kudus ternyata lebih
memihak Arya Penagsang. Ratu Kalinyamat yang kecewa terhadap hal itu pulang
kembali ke Jepara. Dalam perjalanan pulang, mereka dihadang orang-orang suruhan
Arya Penangsang.
Dalam penghadangan itu, Pangeran Hadiri
terbunuh. Kecewa dan sedih dengan peristiwa yang menimpa kakak dan suaminya,
serta tak mendapat keadilan, Ratu Kalinyamat, memutuskan untuk mengasingkan
diri untuk beribadah. Beliau ingin memohon petunjuk Allah SWT agar mendapat
keadilan.
Babad Tanah Jawi melukiskan peristiwa ini
dalam tembang Pangkur sebagai berikut :
Nimas Ratu Kalinyamat (Nimas Ratu Kalinyamat)
Tilar pura mertapa aneng wukir (Meninggalkan istana bertapa di gunung)
Tapa wuda sinjang rambut (Bertapa telanjang berkain rambut)
Aneng wukir Donorojo (Di gunung Danaraja)
Aprasapa nora tapih-tapihan ingsun (Bersumpah tidak akan memakai pakaian)
Yen tan antuk adiling Hyang (Jika tidak mendapat keadilan dari Tuhan)
Patine sedulur mami (Atas meninggalnya saudaraku)
Perhatikan kalimat yang diberi garis bawah.
Kalimat ini menjadi pangkal salah paham dan akhirnya berkembang menjadi fitnah.
Pasalnya, kalimat ini diterjemahkan secara harfiah tanpa diberi tafsir yang
memadai.
Sebagai seorang putri yang dibesarkan dalam
lingkungan keraton dan dididik agama secara ketat, sangatlah tidak mungkin bila
Ratu Kalinyamat sampai melanggar aturan tentang aurat. Selain itu beliau adalah
seorang pemimpin yang menjadi panutan bagi rakyatnya.
Jadi, makna bertapa di sini tidak bisa
disamakan dengan cara beribadah menurut agama lain selain Islam. Maka, lebih
tepat bila dikatakan, Ratu Kalinyamat beruzlah dan melakukan pendekatan
kepada Allah SWT dengan memperbanyak ibadah sunah. Terbukti dgn ditemukannya
tempat sujud dan tempat Ratu Kalinyamat bersuci.
Sedangkan makna kata wuda, tidak bisa ditafsirkan dengan
telanjang. Kata ini dalah kiasan dari ditanggalkannya pakaian kebesaran seorang
ratu. Jadi dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah untuk mohon petunjuk ini,
Ratu Kalinyamat mengenakan pakaian rakyat biasa yang sederhana. Tidak
mengenakan perhiasan yang biasa dikenakan seorang ratu.
Terjemahan secara harfiah tanpa penjelasan
tentang arti kiasan inilah yang beredar luas di masyarakat. Akibatnya, banyak
yang mengira Ratu Kalinyamat benar-benar bertapa tanpa busana. Hal yang sangat
tidak masuk akal mengingat pendidikan keagamaan yang beliau terima.
Terlebih lagi, pengikut Arya Penangsang
juga ikut mnyebarkan terjemahan tanpa tafsir ini. Mungkin sebagai upaya untuk
mendiskreditkan Ratu Kalinyamat.
Postingan panjang ini, belum cukup untuk
menggambarkan sosok Ratu kalinyamat seutuhnya. Penelitian sejarah yang lebih
dalam diperlukan untuk meluruskan fitnah yang tidak berdasar terhadap Ratu
Kalinyamat.
Kalau dibikin film biopic-nya, pasti
seru. Tapi, jangan Jupe, ya, yang jadi Ratu Kalinyamat. Sama sekali nggak
cocok. J Ratu Kalinyamat putri yang terjaga
(auratnya), sementara Jupe …, ah, sudahlah …
*) Tulisan di bagian ini bersumber dari sini
ceritanya saling balas dendam ya mak, tapi sejarah memang banyak dibolak balikkan hanya utk menyenangkan bebrapa pihak, tp tetap kebenaran akan ditunjukkan. btw stuju jgn Jupe deh...
BalasHapusApa boleh buat. Kan, katanya sejarah itu ditulis oleh pemenang. Tapi, biar ditutup rapat sekali pun, suatu saat, akan ada yg membukanya.
HapusTerima kasih sudah berkunjung. ;-)