Sabtu, 16 November 2013

KALINYAMAT RATU JEPARA, PEREMPUAN YANG KAYA DAN BERKUASA

Kalau denger nama Jepara, pastinya yang akan terbayang adalah ukiran. Ya, ukiran kayu dari Jepara memang terkenal indah dan banyak diminati konsumen dari dalam maupun luar negri. Di Jepara juga pernah lahir seorang RA Kartini yang diakui pemerintah sebagai pahlawan nasional.
Tak banyak yang tahu kalau Jepara pernah menjadi sebuah kerajaan. Bahkan merupakan satu-satunya kerajaan Islam bercorak maritim di tanah Jawa. Angkatan laut Jepara terkenal tangguh dan sering dikirim untuk ikut mengusir penjajah yang ingin menguasai Nusantara.
Foto diambil dari sini


Dan di kerajaan Jepara inilah, Ratu Kalinyamat bertahta. Nama asli beliau adalah Retna Kencana. Beliau putri Sultan Trenggana dari kerajaan Demak dan juga cucu dari Raden Patah pendiri kerajaan Demak.
Retna Kencana tumbuh dewasa di tengah konflik kekuasaan yang terjadi di kerajaan Demak. Konflik yang terjadi antara Pangeran Trenggana dan Pangeran Sekar itu mengerucut hingga terjadi pembunuhan Pangeran Sekar oleh Pangeran Prawoto (putra Pangeran Trenggana).
Tidak terima dengan kematian ayahnya, Arya Penangsang, putra pangeran sekar mengutus orang untuk menghabisi pangeran prawoto dan keluarganya. Bahkan suami Retna Kencana, pangeran Hadiri pun tidak luput dari usah pembunuhan ini.
Fyuh, *lap keringet. Berasa nulis skenario sinetron. Yah, apa mau dikata memang sejarahnya begitu. Harus ditulis apa adanya.
Setelah suaminya terbunuh, Retna Kencana naik tahta dengan gelar Ratu Kalinyamat. Di bawah kepemimpinan Ratu Kalinyamat inilah, perang saudara ini bisa dihentikan.
Ratu Kalinyamat naik tahta di tahun 1549 dan memerintah selama 30 tahun (1549-1579). Cukup lama, ya. Selama masa pemerintahannyalah, Jepara mencapai puncak kejayaanya.
Meski merupakan bagian dari kerajaan Demak, pada kenyataannya, Jepara memiliki kekuasaan dan wibawa yang lebih tinggi. Saat itu Kesultanan Demak berada di bawah kepemimpinan Pangeran Pangiri putra bungsu Sultan Trenggana.
Ratu kalinyamat menjadikan pelabuhan Jepara sebagai pelabuhan transit bagi perdagangan Nusantara. Sehingga, pelabuhan Jepara menjadi tempat transaksi perdagangan internasional. Beliau memungut cukai bagi setiap kapal yang bertransaksi di pelabuhan Jepara.
Dengan kekayaan yang di dapatnya, Ratu Kalinyamat berhasil membangun angkatan perang yang kuat. Sebagai kerajaan yang bercorak maritim, tidaklah mengherankan bila prajurit laut Jepara lebih kuat daripada prajurit daratnya.
Kehandalan angkatan laut Jepara, terbukti dengan permintaan bantuan dari kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.Di antaranya dari pemimpin Persekutuan Hitu di Ambon yang meminta bantuan untuk memerangi orang-orang Portugis dan suku Hative.
Kerajaan Johor juga tak ketinggalan mengajak Jepara untuk bergabung mengusir Portugis yang berusaha menguasai Malaka. Ratu Kalinyamat mengirimkan armadanya pada tahun1551
Sebanyak 40 buah kapal dari Jepara dikirim untuk membantu Johor. Jumlah keseluruhan armada persekutuan muslim sebanyak 200 buah kapal. Armada Jepara sendiri membawa empat sampai lima ribu prajurit, dipimpin oleh seorang yang bergelar Adipati. Pasukan ini berhasil merebut kawasan orang pribumi di Malaka.
Setelah mengepung Portugis selama tiga bulan, armada gabungan kerajaan-kerajaan Islam ini memutuskan untuk mundur. Hal ini disebabkan oleh menipisnya persediaan makanan dan banyaknya prajurit yang syahid.
Dari 40 buah kapal yang dikirimkan Jepara, hanya 20 buah saja yang akhirnya pulang. Sejumlah 2000 prajurit Jepara gugur dan dimakamkan di Malaka.
Walaupun serangan pertama ini gagal, namun Portugis menderita kerugian yang besar. Akibatnya ekspansi jajahan Portugis terhenti.
Serangan terhadap Portugis berlanjut di tahun 1573. Sultan Ali Mughayat Syah dari kerajaan Aceh mengajak Ratu Kalinyamat untuk kembali menyerang Portugis. Kali ini Ratu kalinyamat menyiapkan 200 armada dan 80 di antaranya berukuran besar. Sebanyak 15.000 prajurit menjadi awak kapalnya. Armada ini juga dilengkapi dengan perbekalan, meriam dan mesiu dalam jumlah besar. Salah satu pemimpin dalam ekspedisi ini bernama Kyai Demang Laksamana atau yang disebut oleh sumber Portugis dengan nama Quilidamao.
Penyerangan yang kedua ini juga mengalami kegagalan. Penyebabnya adalah kekalahan persenjataan dan teknologi. Hanya sepertiga armada Jepara yang berhasil kembali. Sebanyak 7000 prajurit gugur dan dimakamkan di Malaka.
Meskipun gagal dalam misinya, orang-orang Portugis mengakui kebesaran Ratu Kalinyamat. Seorang penulis Portugis, Diego de Couto, menjulukinya Rainha da Japara, senhora ponderosa e rica. Artinya ratu Jepara, seorang perempuan yang kaya dan berkuasa.
Ratu Kalinyamat wafat pada tahum 1579. Beliau dimakamkan di sebelah pusara suaminya. Makam keduanya terletak di desa Mantingan, kec Tahunan, 5 km ke arah selatan dari Jepara.
Meluruskan Kabar Burung*)
Nah, sekarang sampailah kita ke bagian yang kurang enak diceritakan. Untuk itu, mari kita mundur sejenak ke waktu terjadinya konflik internal di kesultanan Demak.
Jadi, konflik di kesultanan Demak itu melibatkan Pangeran Trenggana di satu pihak dan Pangeran Sekar di pihak lain. Keduanya putra Raden Patah, pendiri kesultanan Demak, dari ibu yang berbeda.
Yang berharap aku bakal membahas masalah poligami, maaf, ya, aku nggak akan bahas itu. Apalagi sampai ‘ceramah’ soal dampak buruknya. Ini sekedar latar belakang saja.
Konflik itu berujung pada  pembunuhan Pangeran Sekar oleh Pangeran Prawoto, putra Pangeran Trenggana. Putra Pangeran Sekar yang bernama Arya Penangsang, tidak terima atas kematian ayahnya. Ia, mengutus orang untuk menghabisi Pangeran Prawoto dan keluarganya.
Sepeninggal Pangeran Prawoto, Retna Kencana yang juga tidak terima dengan perbuatan Arya Penangsang meminta keadilan pada Sunan Kudus. Beliau berangkat ditemani suaminya, Pangeran Hadiri, yang bergelar Pangeran Kalinyamat.
Sayangnya, Sunan Kudus ternyata lebih memihak Arya Penagsang. Ratu Kalinyamat yang kecewa terhadap hal itu pulang kembali ke Jepara. Dalam perjalanan pulang, mereka dihadang orang-orang suruhan Arya Penangsang.
Dalam penghadangan itu, Pangeran Hadiri terbunuh. Kecewa dan sedih dengan peristiwa yang menimpa kakak dan suaminya, serta tak mendapat keadilan, Ratu Kalinyamat, memutuskan untuk mengasingkan diri untuk beribadah. Beliau ingin memohon petunjuk Allah SWT agar mendapat keadilan.
Babad Tanah Jawi melukiskan peristiwa ini dalam tembang Pangkur sebagai berikut :
Nimas Ratu Kalinyamat (Nimas Ratu Kalinyamat)
Tilar pura mertapa aneng wukir (Meninggalkan istana bertapa di gunung)
Tapa wuda sinjang rambut (Bertapa telanjang berkain rambut)
Aneng wukir Donorojo (Di gunung Danaraja)
Aprasapa nora tapih-tapihan ingsun (Bersumpah tidak akan memakai pakaian)
Yen tan antuk adiling Hyang (Jika tidak mendapat keadilan dari Tuhan)
Patine sedulur mami (Atas meninggalnya saudaraku)
Perhatikan kalimat yang diberi garis bawah. Kalimat ini menjadi pangkal salah paham dan akhirnya berkembang menjadi fitnah. Pasalnya, kalimat ini diterjemahkan secara harfiah tanpa diberi tafsir yang memadai.
Sebagai seorang putri yang dibesarkan dalam lingkungan keraton dan dididik agama secara ketat, sangatlah tidak mungkin bila Ratu Kalinyamat sampai melanggar aturan tentang aurat. Selain itu beliau adalah seorang pemimpin yang menjadi panutan bagi rakyatnya.
Jadi, makna bertapa di sini tidak bisa disamakan dengan cara beribadah menurut agama lain selain Islam. Maka, lebih tepat bila dikatakan, Ratu Kalinyamat beruzlah dan melakukan pendekatan kepada Allah SWT dengan memperbanyak ibadah sunah. Terbukti dgn ditemukannya tempat sujud dan tempat Ratu Kalinyamat bersuci.
Sedangkan makna kata  wuda, tidak bisa ditafsirkan dengan telanjang. Kata ini dalah kiasan dari ditanggalkannya pakaian kebesaran seorang ratu. Jadi dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah untuk mohon petunjuk ini, Ratu Kalinyamat mengenakan pakaian rakyat biasa yang sederhana. Tidak mengenakan perhiasan yang biasa dikenakan seorang ratu.
Terjemahan secara harfiah tanpa penjelasan tentang arti kiasan inilah yang beredar luas di masyarakat. Akibatnya, banyak yang mengira Ratu Kalinyamat benar-benar bertapa tanpa busana. Hal yang sangat tidak masuk akal mengingat pendidikan keagamaan yang beliau terima.
Terlebih lagi, pengikut Arya Penangsang juga ikut mnyebarkan terjemahan tanpa tafsir ini. Mungkin sebagai upaya untuk mendiskreditkan Ratu Kalinyamat.
Postingan panjang ini, belum cukup untuk menggambarkan sosok Ratu kalinyamat seutuhnya. Penelitian sejarah yang lebih dalam diperlukan untuk meluruskan fitnah yang tidak berdasar terhadap Ratu Kalinyamat.

Kalau dibikin film biopic-nya, pasti seru. Tapi, jangan Jupe, ya, yang jadi Ratu Kalinyamat. Sama sekali nggak cocok. J Ratu Kalinyamat putri yang terjaga (auratnya), sementara Jupe …, ah, sudahlah …
*) Tulisan di bagian ini bersumber dari sini

2 komentar:

  1. ceritanya saling balas dendam ya mak, tapi sejarah memang banyak dibolak balikkan hanya utk menyenangkan bebrapa pihak, tp tetap kebenaran akan ditunjukkan. btw stuju jgn Jupe deh...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apa boleh buat. Kan, katanya sejarah itu ditulis oleh pemenang. Tapi, biar ditutup rapat sekali pun, suatu saat, akan ada yg membukanya.
      Terima kasih sudah berkunjung. ;-)

      Hapus

‘ALIF LAM MIM’, BUKAN FILM LAGA BIASA

“We Control Everything” Sejak tahun lalu aku sudah dengar soal film ‘3’. Film yang hanya sempat beredar seminggu untuk kemudian, tanp...